Kuala Lumpur, Mobilitas – Di negeri tetangga alias negeri jiran Indonesia itu, penjualan mobil selama Januari – Juli 2025 tercatat meningkat dibanding periode sama di tahun 2024. Kinerja penjualan ini berkebalikan dengan kinerja penjualan mobil di Indonesia selama periode sama.
Data yang dirilis Jabatan Pengangkutan Jalan (JPJ) dan dikutip Mobilitas di Jakarta, Selasa (19/8/2025) menunjukkan negara berpenduduk 34,2 juta jiwa itu berhasil membukukan penjualan mobil yang tercatat di otoritas negara sebanyak 472.492 unit. Jumlah penjualan tersebut naik atau bertambah banyak 10.400 unit lebih dibanding periode sama di tahun lalu yang sebanyak 462.088 unit.
Sementara di Indonesia pada kurun waktu yang sama total penjualan mobil (kendaraan bermotor roda empat, baik penumpang maupun barang) ternyata di bawah total penjualan Malaysia. Sedihnya lagi, tren penjualan di Indonesia juga berkebalikan dengan kinerja penjualan di negara federasi kesultanan tersebut.
Data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) yang dikutip Mobilitas di Jakarta, Selasa (19/8/2025) menunjukkan di periode Januari – Juli 2025, total wholesales mobil di Tanah Air sebanyak 435.390 unit. Jumlah tersebut anjlok hingga 10,1 persen dibanding wholesales selama periode sama di tahun 2024 yang masih sebanyak 484.236 unit.
Sementara, jumlah penjualan ritel mobil yang dibukukan oleh seluruh pabrikan mobil di periode Januari – Juli 2025 sebanyak 453.278 unit. Jumlah tersebut anjlok 12,2 dibanding penjualan ritel selama periode sama di tahun 2024 yang mencapai 508.050 unit.
Fakta tersebut memperlihatkan bahwa penjualn mobil di Indonesia – yang berpenduduk 280 juta jiwa lebih itu – selama Januari – Juli 2025 ternyata sudah kalah dengan penjualan di Malaysia. Sejumlah kalangan menyebut, faktor daya beli masyarakat dan sikap hati-hati menyikapi kondisi ekonomi menjadi penyebab turunnya penjualan tersebut.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudistira saat dihubungi Mobilitas di Jakarta, Jumat (8/8/2025) faktor daya beli dan keraguan masyarakat terhadap perekonomian menjadi penyebabnya.
“Masih banyak orang yang menahan belanja. Apalagi barang non kebutuhan primer seperti pangan, apalagi kendaraan bermotor seperti mobil. Sebagian besar masyarakat masih banyak yang berpikir ulang soal pajaknya, perawatannya dan lainnya, mereka ragu dengan kondisi ekonomi,” ungkap Bhima.
Terlebih, kini masyarakat banyak yang merasa biaya hidup lebih mahal, tetapi tingkat pendapatan tidak naik, atau naik tetapi besarannya tak sebanding dengan kenaikan biaya hidup. (Jrr/Aa).
Mengawali kiprah di dunia jurnalistik sebagai stringer di sebuah kantor berita asing. Kemudian bergabung dengan media di bawah grup TEMPO Intimedia dan Detik.com. Sejak 2021 bergabung dengan Mobilitas.id