Tangerang, Mobilitas – Praktik jor-joran banting harga jual mobil yang dilakukan pabrikan asal Republik Rakyat Cina (Cina) dan lainnya, ternyata juga berlangsung di Indonesia. Sejumlah kalangan mengkhawatirkan dampak buruk bagi industri otomotif nasional, yang pada akhirnya menggerogoti perekonomian secara luas.
“Ya tentu kalau ada kekhawatiran terhadap praktik seperti itu (perang harga), tentu sangat beralasan dan wajar. Sebab, praktik tersebut merupakan cara persaingan yang tidak sehat. Dan persaingan tidak sehat, akan merugikan. Bukan hanya bagi sesama industri (pabrikan) tetapi juga masyarakat konsumen produk omotif, dan masyarakt secara keseluruhan,” papar Wakil Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (PT TMMIN), Bob Azam, saat ditemui Mobilitas usai Gaikindo International Automotive Conference (GIAC) di ICE BSD City Tangerang, Selasa (29/7/20250.
Bagi industri, lanjut Bob, persaingan yang tidak sehat ibarat melakukan pertarungan yang tidak wajar dan curang. Sehingga, lama kelamaan jika dibiarkan maka industri lawan akan mengalami “luka” yang menggerogoti kesehatannya ambruk.
Sedangkan jika banyak pabrikan yang ambruk maka ekonomi nasional akan terganngu, karena bukan saja pemasukan negara hilang dan ekspor turun, tetapi juga akan memunculkan masalah baru berupa PHK karyawan. “Sedangkan bagi konsumen, mungkin di awal akan diuntungka dengan mendapat harga murah, tetapi mereka tidak memiliki kesempatan perbandingan dengan produk merek lain yang sejenis. Apalagi jika ekonomi menjadi terganggu, tentu masyarakat juga terkena imbasnya,” kata Bob.
Pernyataan serupa diungkap pengamat otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Yannes Martinus Pasaribu. Menurut dia di belahan dunia manapun praktik persaingan tidak sehat dilarang.
“Nah sekarang ini apakah praktik banting harga itu sudah membwa dampak yang meluas di sektor industri otomotif. Perlu dipastikan juga apakah praktik banting harga itu cara sesaat untuk marketing gimick atau memang perang harga. Kalau memang perang harga, maka pemerintah harus turun tangan,” tandas Yannes saat dihubungi Mobilitas di Jakarta, Selasa (29/7/2025).
Sebelumnya, Senin (28/7/2025) sumber Mobilitas di Kementerian Perindustrian mengatakan fenomena yang ditengarai sebagai perang harga itu perlu segera investigasi menyeluruh. Pasalnya, persaingan tak sehat dengan memainkan harga sudah banyak dilakukan dan memakan korban, seperti di Jerman, Thailand, dan beberapa lainnya.
“Oleh karena itu perlu dilakukan investigasi bersama oleh kementerian keuangan, kementerian perdagangan, dan kementerian perindustrian. Investigasi apakah ada dumping untuk memainkan jurus pricing predator. Kalau bersaing tidak sehat ya banyak pabrik tutup, pengangguran pun bertambah,” kata dia.
Jika terbukti ada dumping maka bisa dijerat dengn undang-undang nomor 11 Tahun 2006 dan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2011. Sebab, lanjut sang pejabat kementerian itu, dii kedua beleid itu disebut pemerintah dapat mengenakan bea masuk anti-dumping atas barang impor yang terbukti didumping dan menyebabkan kerugian serius bagi industri dalam negeri. (Jrr/Aa)
Mengawali kiprah di dunia jurnalistik sebagai stringer di sebuah kantor berita asing. Kemudian bergabung dengan media di bawah grup TEMPO Intimedia dan Detik.com. Sejak 2021 bergabung dengan Mobilitas.id