Bisnis

Foxconn Bertekad Rebut Pasar Mobil Listrik Asean, Pabrikan Jepang Terancam

×

Foxconn Bertekad Rebut Pasar Mobil Listrik Asean, Pabrikan Jepang Terancam

Share this article
Ilustrasi, mobil listrik berdasar PP NOmor 74 Tahun 2021 tarif PPnBM-nya 0% - dok.Istimewa

Bangkok, Mobilitas – Pabrikan elektronik ternesar di dunia asala Taiwan – Foxconn Technology Group atau Foxconn – dan mitranya di Thailand yakni perusahaan minyak dan gas PTT berencana mulai memproduksi mobil listrik berbasis baterai (BEV) dan suku cadangnya pada tahun 2023 nanti. Targetnya, tak main-main yakni menguasai pasar mobil listrik regional Asia Tenggara (Asean).

Seperti dilaporkan Nikkei, Rabu (15/9/2021), PTT yang merupakan grup perusahaan minyak dan gas milik pemerintah Thailand itu, telah meneken kesepakatan dengan Foxconn pada sehari sebelumnya, atau Selasa (14/9/2021).

“Merek bersepakat membuat kendaraan listrik, yang sekaligus menyokong strategi dan ambisi pemerintah Thailand untuk mengubah diri menjadi produsen sekaligus pengekspor mobil listrik terbesar di kawasan Asia Tenggara,” tulis Nikkei dan The Asia Business mengutip sumber di PTT.

Ilustrasi, Foxconn – dok.Foxconn

Pernyataan itu juga secara tegas dan lugas diucapkan President & Chief Executive Officer PTT Auttapol Rerkpiboon, dalam keterangan resmi yang dirilis, Selasa (14/9/2021).

“Produksi (mobil listrik buatan Foxconn dan PTT itu) akan dimulai dalam dua (tahun 2023) hingga tiga tahun (tahun 2024) dengan kapasitas produksi 50.000 kendaraan per tahun, karena mitra (Foxconn) menargetkan produksi mencapai 150.000 unit per tahun,” ujar dia.

Investasi yang digelontorkan pun tak main-main yakni US$ 1 miliar – US$ 2 miliar, selama lima hingga enam tahun. Kongsi ini tengah dalam proses membangun pabrik di zona khusus Koridor Ekonomi Timur Thailand, plus Pusat Penelitian dan Pengembangan (R & D).

Dalam kongsi ini, anak perusahaan PTT, Arun Plus, memegang 60% saham di perusahaan patungan itu. Sementara, 40% lainnya dipegang oleh perusahaan yang berafiliasi ke Foxconn atau Lin Yin.

Ilustrasi, mobil listrik yang diproduksi dan dijual di Thailand – dok.Bangkok Post

Perusahaan anyar itu diharapkan menyelesaikan proses pendaftaran ke otoritas pemerintah Thailand pada kuartal keempat tahun 2021 nanti. “Modal terdaftar tidak akan melebihi 3,22 miliar baht (US$98 juta),” bunyi pernyataan perusahaan baru itu.

Wakil Perdana Menteri yang juga Menteri Energi Thailand, Spattanapong Punmeechaow, telah menykasikan penandatangan kerjasama itu. Dia mengatakan, kolaborasi dua pabrikan (Foxconn dan PTT) itu juga akan menciptakan platform terbuka untuk memproduksi kendaraan listrik bagi pabrikan-pabrikan lain yang ingin menggarap pasar mobil Asia Tenggara dengan pusat produksi di Thailand.

Artinya, pabrikan-pabrikan itu bisa menggunakan platform buatan Foxconn dan miranya itu, plus suku cadang yang dibuat dua pabrikan tersebut. Walhasil, proses produksi akan lebih murah sehingga produk yang dihasilkan pun berdaya saing tinggi.

Mobil listrik buatan Great Wall Motor yang dijual di Thailand – dok.Caixin Global

Posisi pabrikan Jepang
Sejumlah analis mengatakan, terobosan Foxconn dan PTT itu bakal membuat pabrikan-pabrikan Jepang berpotensi tersingkir dalam pertarungan produk di pasar era mobil listrik. Pasalnya, tidaklah mudah bagi pabrikan asal Negeri Matahari Terbit untuk dengan serta merta beralih ke mobil listrik murni (baterai).

Produsen mobil asal Jepang seperti Toyota Motor, Nissan Motor, dan Honda Motor kini memang menguasai 90% pasar mobil Thailand dan bahkan Asia Tenggara. Namun, meski melihat potensi di pasar mobil listrik sangat menjanjikan, tetapi mereka kurang agresif dalam mengalihkan produksinya dari kendaraan bertenaga bensin.

Manufaktur mobil listrik adalah pasar yang relatif mudah untuk dimasuki, karena mobil listrik mengandung lebih sedikit komponen mekanis daripada kendaraan bertenaga dari bahan bakar fosil. Produsen mobil yang ada, termasuk dari Jepang, menghadapi kesulitan yang lebih besar dalam mengalihkan produksi ke mobil listrik.

Logo Toyota – dok.Autostyle Motorsport

“Karena mereka harus meninjau dan merekonstruksi sebagian rantai pasokan mereka. tersebut dapat menyebabkan hilangnya pekerjaan di beberapa produsen suku cadang mekanis, sekaligus menciptakan lebih banyak pekerjaan bagi produsen suku cadang listrik dan layanan TI,” tulis Nikkei.

Terlebih, pabrikan-pabrikan anyar ini seakan mendapat angin karena kebijakan pemerintah Thailand sendiri telah menyatakan akan meningkatkan populasi mobil tanpa emisi menjadi 30% dari total penjualan mobil Thailand pada tahun 2030 nanti. Bahkan, Komite Kendaraan Generasi Baru Nasional Thailand juga menargetkan 50% mobil buatan Thailand di tahun itu merupakan mobil listrik murni. (Jrr/Aa)