Jakarta, Mobilitas – Institute for Essential Services Reform (IESR) meminta pemerintah untuk berpikir ulang jika akan menghemtikan insentif kendaraan listrik di tahun 2026 nanti. Lembaga ini menilaia kerugian ekonomi yang besar bakal terjadi jika kebijakan tersebut dijalankan.
Chief Executive Officer IESR Fabby Tumiwa dalam keterangan resmi yang dikutip Mobilitas di Jakarta, Senin (22/12/2025) menyebut penghentian insentif mobil listrik di 2026 berpotensi menimbulkan kerugian ekonomi yang signifikan. Selain itu memperlambat pengembangan ekosistem industri kendaraan listrik nasional.
Menurut dia akumulasi manfaat ekonomi dari pengembangan industri baterai dan kendaraan listrik terintegrasi senilai Rp544 triliun per tahun sampai 2060 bisa hilang. Berakhirnya insentif juga akan berdampak langsung pada kenaikan harga mobil listrik akibat hilangnya potongan PPN 10 persen dan fasilitas impor CBU.

Fabby mengatakan insentif berperan signifikan dalam mendorong adopsi kendaraan listrik. Dia menyodorkan contoh penjualan mobil listrik hingga Oktober 2025 yang mencapai 68.827 unit, didominasi model yang menerima insentif.
“Elektrifikasi kendaraan bermotor merupakan tulang punggung penurunan emisi di sektor transportasi. Kontribusinya bisa mencapai 45-50 persen dari total penurunan emisi sektor transportasi,” kata Fabby.
Selain itu, sebut menurut Koordinator Riset Manajemen Permintaan Energi IESR, Faris Adnan Padhilah, kendaraan listrik juga telah memicu kinerja perbankan dalam penyaluran kredit. “Minat perbankan nasional untuk membiayai industri kendaraan listrik dan kredit kepemilikan kendaraan listrik terus meningkat,” ucap dia. (Anp/Aa)
Mengawali kiprah di dunia jurnalistik sebagai stringer di sebuah kantor berita asing. Kemudian bergabung dengan media di bawah grup TEMPO Intimedia dan Detik.com. Sejak 2021 bergabung dengan Mobilitas.id












