Jakarta, Mobilitas – Sudah dua tahun berturut-turut industri otomotif kendaraan roda empat atau lebih mengalami pukulan, karena penjualan yang terus merosot. Ironisnya, di tengah kondisi seperti itu hampir semua daerah (kecuali empat daerah antara lain DKI Jakarta, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Timur) menerapkan kebijkan pajak tambahan (opsen) untuk Pajak Kendaraan Bermotor (PKB).
“Saya mengistilahkan kondisi yang dialami industri otomotif kita ini seperti telah jatuh tertimpa tangga pula. Saya lupa angka persisnya tetapi yang pasti penjualan mobil selama dua tahun berturut kan menurun. Kalau penurunan terja di secara berturut-turut, itu artinya telah terjadi resesi,” ungkap Peneliti LPEM Universitas Indonesia, Riyanto, saat ditemui Mobilitas usai sesi diskusi bertajuk “Menakar Efektivitas Insentif Otomotif” bersama Forum Wartawan Industri (Forwin) di Jakarta, Senin (19/5/2025).
Data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) yang dikutip Mobilitas di Jakarta, Senin (19/5/2025) menunjukkan total penjualan mobil dari pabrik ke dealer (wholesales) di Tanah Air sepanjang tahun 2024 sebanyak 865.723 unit. Jumlah ini melorot 13,9 persen dibanding total wholesales selama tahun 2023 yang sebanyak 1.005.802 unit.
Sementara, total dari dealer ke konsumen (penjualan ritel) yang tercetak di tahun itu sebanyak 889.680 unit. Jumlah tersebut merosot 10,9 persen dibanding jumlah penjualan ritel selama tahun 2023, yang mencapai 998.059 unit.
Padahal total wholesales di tahun 2023 itu sudah menyusut 4 persen dibanding tahun 2022. Dan penjualan ritelnya melorot 1,5 persen dibanding tahun 2022.
Kondisi itu berlanjut hingga empat bulan pertama (Januari – April) 2025, dimana total wholesales hanya periode Januari – April 2025 sebanyak 256.368 unit, merosot 2,9 persen dibanding total wholesales di tahun lalu, yang sebanyak 264.014 unit.
Begitu pula dengan penjualan ritel yang sebanyak 267.514 unit, menciut 7,7 persen dibanding penjualan ritel selama Januari – April tahun lalu, yang sebanyak 289.917 unit. “Nah ini perlu stimulasi, dengan insentif agar ada daya ungkit. Terlebih insentif fiskal yang diberikan pemerintah sangat berdampak positif. Ini yang paling gampang bisa dilihat dari penjualan kendaraan listrik, yang saat ini memang banyak mendapatkan insentif,” tandas Riyanto.
Dia menyebut di tahun 2024, total penjualan mobil listrik di Indonesia mencapai 43.188 unit. Jumlah ini melonjak 153 persen dibanding tahun 2023 yang masih 17.051 unit. “Meskipun harus diakui pemain di segmen mobil listrik semakin banyak, tetapi adanya insentif menjadi daya tarik tersendiri. Nah ini yang harus berlanjut,” ucap Riyanto.
Sekretaris Jenderal Gaikindo, Kukuh Kumara, yang ditemui di tempat yang sama mengamini pernyataan Riyanto. “Faktanya, industri otomotif nasional yang melemah akibat pandemi (Covid) bisa bangkit karena adanya insentif. Sebab insentif tersebut membuat daya beli masyarakat juga jadi lebih baik,” ucap Kukuh.
Sementara, Direktur industri Maritim, Alat Transportasi dan Alat Pertahanan (IMATAP) Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Mahardi Tunggul Wicaksono, di tempat yang sama menegaskan, pihalnya berupaya agar regulasi insentif tetap dijalankan, dalam berlaku untuk semua jenis dan kategori kendaraan seperti LCGC, BEV dan Hybrid. “Pemerintah sudah berupaya semaksimal mungkin memberikan insentif. Dan dampaknya memang terbukti efektif,” tandas dia. (Aa)
Mengawali kiprah di dunia jurnalistik sebagai stringer di sebuah kantor berita asing. Kemudian bergabung dengan media di bawah grup TEMPO Intimedia dan Detik.com. Sejak 2021 bergabung dengan Mobilitas.id