Shandong, Mobilitas – Operator jaringan dealer BYD di Shandong, Republik Rakyat Cina (Cina) bernama Qiancheng Holdings itu mengelola 20 dealer.
Laporan Jinan Times dan Reuters yang dikutip Mobilitas di Jakarta, Kamis (29/5/2025) menyebut kini 20 dealer itu telah kosong dan tutup. “Akibatnya lebih dari 1.000 konsumen pemilik mobil saat ini belum mendapatkan purna jual, khususnya layanan purna jual terkait masa garansi,” tulis keduannya.
Disebutkan pula, kini para pemilik mobil yang tersebar di empat kota, termasuk di Jinan dan Weifang berniat menuntut hak mereka. “Dalam surat terbuka tertanggal 17 April, Qiancheng menuding perubahan kebijakan BYD terhadap jaringan dealer sebagai pemicu tekanan arus kas perusahaan,” tulis Reuters.
Sementara, Qiancheng belum memberikan tanggapan atas permintaan komentar dari Reuters. Sedangkan perwakilan hubungan masyarakat BYD dalam pernyataanya di cover News justru menuding ekspansi agresif Qiancheng-lah sebagai penyebab utama krisis yang dialami perusahaa itu,
“Jadi bukan karena perubahan kebijakan perusahaan BYD,” kata perwakilan tersebut.
Perwakilan itu bahkan menegaskan bahwa BYD telah memberikan bantuan kepada Qiancheng untuk bisa keluar dari situasi krisis itu. Tetapi yang pasti, kebangkrutan Qiancheng ini memperlihatkan betapa besarnya tekanan terhadap pasar otomotif Cina. .
Kerasnya persaingan di tengah melambatnya daya beli konsumen berdampak buruk ke produsen, pemasok, hingga jaringan dealer. Pada sisi lain BYD masih mengandalkan jaringan dealer dalam pemasarannya di Cina, meskipun memiliki beberapa toko milik sendiri.
Struktur tersebut membuat para mitra dealer seperti Qiancheng rentan terhadap gejolak pasar dan kebijakan internal perusahaan. (Anp/Aa)
Mengawali kiprah di dunia jurnalistik sebagai stringer di sebuah kantor berita asing. Kemudian bergabung dengan media di bawah grup TEMPO Intimedia dan Detik.com. Sejak 2021 bergabung dengan Mobilitas.id