Mercy Masih Dominasi Pasar Truk dan Bus Non Jepang di RI

0
1985
Sasis bus Mercedes-Benz dengan balutan karoseri lokal Indonesia - dok.Motoris

Jakarta, Mobilitas – Pasar kendaraan komersial jenis truk (tidak termasuk pikap) sepanjang Januari hingga Agustus tahun ini membukukan kinerja penjualan yang lebih baik dibanding kendaraan jenis bus. Penjualan unit truk menanjak di periode itu, tetapi bus sebaliknya.

Data laporan penjualan ke Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) yang dihimpun Mobilitas belum lama ini menunjukkan, selama delapan bulan pertama itu sebanyak 40.866 unit truk terjual ke konsumen (ritel), naik 39% dibanding kurun waktu yang sama tahun lalu. Dari jumlah ini, mayoritas dibukukan oleh truk-truk buatan pabrikan Jepang, seperti Mitsubishi Fuso, Hino, serta UD Trucks.

Pada rentang waktu yang sama, penjualan (sasis) bus ke konsumen yang dibukukan oleh seluruh merek – baik merek asal Jepang maupun non Jepang – tercatat hanya sebanyak 718 unit. Jumlah ini rontok dibanding total jumlah yang berhasil dikantongi pada periode sama tahun 2020, yang sebanyak 2.215 unit.

Truk medium Mercedes-Benz – dok.Mercedes-Benz Trucks

Ihwal rontoknya penjualan sasis bus di tahun ini, Ketua Ikatan Pengusaha Otobus Muda Indonesia (IPOMI), Kurnia Lesani Adnan menyebut karena imbas dari terbatasnya mobilitas masyarakat sejak pandemi Covid-19 menerjang Indonesia. Sejak saat itu, kata dia, pendapatan Perusahaan Otobus (PO) langsung nyungsep.

Tak sedikit PO yang memilih untuk “istirahat di tempat” alias tiarap semabri menunggu kondisi pulih kembali. “Sedangkan yang tetap beroperasi demi mendapatkan pemasukan untuk tetap eksis dan membayar cicilan kredit, karena kalau kita lihat sekitar 90% bus baru itu dibeli secara kredit, banyak yang tekor. Maksimal impas dengan biaya operasional, dan itu pun sudah pol-polan melakukan upaya efisiensi dan operasi,” papar pria yang juga Direktur Utama PO SAN itu saat dihubungi Mobilitas di Jakarta, Kamis (7/10/2021).

Karena kondisi yang seperti itu, sebagian besar PO menahan diri untuk menambah unit armada. Kalau pun di tahun 2020 hingga delapan bulan terakhir tahun ini, masih ada yang menambah unit armada, umumnya realisasi dari kontrak kredit sebelumnya.

Bus Scania dengan balutan karoseri Laksana – dok.Motoris.id

“Tetapi untuk kredit baru, di tahun 2020 dan di tahun 2021 ini, yang saya tahu kecil sekali volumenya. Sekali lagi, karena PO juga mengukur kemampuan diri di tengah kondisi yang ada saat ini,” ucap Lesani.

Mercy mendominasi
Sementara, jika dilihat dari tren permintaan, ternyata bus-bus asal Eropa atau non Jepang mencatatkan tren pertumbuhan tren permintaan yang signfikan. Menurut Lesani hal ini dikarenakan PO banyak yang beralih manajemen opersaional armada, yakni dengan melakukan perjalanan yang terus menerus, seiring dengan membaiknya infrastruktur yakni tersambungnya jalan tol baik di Jawa dan sebagain Sumatera.

“Dengan manajemen operasi atau perjalanan yang terus menerus ini, terkait dengan produktifitas armada. Karena dengan perjalanan terus menerus, unit cepat sampai. Dan beberapa jam kemudian dioperasikan lagi. Dengan sistem perjalanan seperti ini, maka dibutuhkan bus bermesin besar. Sebab, kalau tidak mesin jebol. Dan bus seperti ini umumnya dari merek Eropa,” jelas dia.

Ilustrasi, truk berat buatan Scania – dok.Scania

Fakta data yang dihimpun Mobilitas menunjukkan, di antara merek non Jepang, ternyata truk dan bus buatan Mercedes-Benz (Mercy) ternyata mendominasi dalam penjualan ritel. Tercatat, merek asal Jerman ini membukukan penjualan sebanyak 786 unit bus dan truk.

Pada saat yang sama merek asal Swedia, Scania, menjual sebanyak 428 unit. Angka penjualan Scania ini meroket hingga 237% dibanding delapan bulan pertama 2020.

Merek asal India, Tata Motor, di periode itu mengantongi angka penjualan ritel sebanyak 167 unit. Jumlah ini merosot 22,7% dari tahun lalu.

Varian model truk Tata Motors di Indonesia – dok.TMDI

Sedangkan merek asal Changcun, Cina – yakni FAW – mengoleksi angka penjualan 116 unit, atau ambrol 26,6%. (Fat/Din/Aa)