Jakarta, Mobilitas – Kententuan larangan operasi bagi truk Over Dimension Over Loading (ODOL) ini telah disepati oleh pemerintah (Kementerian Perhubungan) bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Senin (4/8/2025).
Kedua lembaga negara itu telah melakukan pertemuan dengan pengusaha logistik, yang diwakili Asosiasi Pengemudi Logistik Indonesia, Ketua Aliansi Pengemudi Independen (API) serta perwakilan pengemudi logistik dari berbagai daerah.di Gedung Parlemen, Senin (4/8/2025). Semua unsur sepakat terkait aturan Zero Over Dimension Over Loading (ODOL) yang akan diberlakukan pada tahun 2027.
“Kebijakan Zero ODOL ini harus diterapkan secara berkeadilan, tidak merugikan para pengemudi, namun tetap menjaga keselamatan dan ketertiban transportasi jalan,” kata Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad.
Sementara itu, Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi segera menyusun langkah teknis selanjutnya. “Pemerintah akan mengawal proses ini dengan dukungan regulasi yang jelas, teknis yang terukur, dan komunikasi yang intensif dengan para pengemudi,” ujar Dudy.
Menanggapi kesepakatan itu, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Gemilang Tarigan yang dihubungi Mobilitas di Jakarta, Rabu (6/8/2025) mengaku menyambut baik. Namun dia juga berpesan agar pelarangan operasi truk ODOL tersebut juga dibarengi dengan lahirnya regulasi tentang ketentuan besaran tarif jasa angkutan truk.
“Sebab sampai saat ini, soal ketentuan besaran tarif jasa angkutan truk itu tidak ada standar, sehingga pemilik truk sesukanya menetapkan tarif. Sehingga, di tengah persaingan pasar yang ketat, terjadi banting harga, persaingan menjadi tidak sehat. Nah untuk menambal tarif yang murah itu dilakukan pengangkutan dengan volume yang melebihi batas standar muatan truk. Caranya, dengan memperbesar dimensi truk dari yang semestinya, itulah awal mula terjadinya truk ODOL,” papar Tarigan.
Sementara itu, Ketua Institut Transportasi (Instrans) Darmaningtyas saat dihubungi Mobilitas, di Jakarta, Rabu (6/8/2025) menyebut ketentuan larangan truk ODOL harus memiliki kekuatan penegakan hukum yang tegas dan tidaka pandang bulu.
“Dan sasaran larangan itu bukan hanya sopir saja, tetapi juga pengusaha atau perusahaan pemakai jasa angkutan truk. Sebab, kalau demand untuk mengangkut dengan volume melebihi batas masih ada di tengah lesunya orderan, pelaku usaha jasa angkutan bisa tergoda,” kata dia.
Menurut Darmningtyas ODOL tidak hanya membahayakan keselamatan, tetapi juga menyebabkan kerugian negara karena merusak infrastruktur jalan. Negara harus mengalokasikan kurang lebih Rp 42 triliun per tahun untuk perbaikan jalan yang terjadi termasuk akibat ODOL. (Jrr/Aa)
Mengawali kiprah di dunia jurnalistik sebagai stringer di sebuah kantor berita asing. Kemudian bergabung dengan media di bawah grup TEMPO Intimedia dan Detik.com. Sejak 2021 bergabung dengan Mobilitas.id