Bisnis

Pakar: Strategi Perang Harga di RI Hanya Bakar Duit, Karena Cina Kelebihan Produksi

×

Pakar: Strategi Perang Harga di RI Hanya Bakar Duit, Karena Cina Kelebihan Produksi

Share this article
Ilustrasi booth peserta GIIAS 2025 - dok.Mobilitas

Tangerang, Mobilitas – Pabrikan mobil di Republik Rakyat Cina (Cina) bisa menekan harga karena memiliki kapasitas manufaktur raksasa dan efisiensi teknologi tinggi.

Pengamat otomotif dri Insitut Teknologi Bandung (ITB) Yannes Martinus Pasaribu saat presentasi di Dialog Industri Otomotif Nasional GIIAS 2025 di ICE BSD, Tangerang Kamis (31/7/2025), yang digelar Indonesia Center for Mobility Studies (ICMS). Dia menyebut pabrik mematok harga jual yang sangat kompetitif bahkan menyentuh level Low Cost Green Car (LCGC) menyerupai strategi “bakar uang” seperti yang sebelumnya terjadi di industri e-commerce.

“Ini mirip seperti persaingan di marketplace. Produsen asal Cina cenderung mengutamakan penetrasi pasar dan portofolio penjualan, bukan margin. Fokusnya bukan cuan hari ini, tapi penguasaan pasar ke depan,” papar Yannes.

Pabrikan-pabrikan Cina bisa menerapkan strategi agresif dengan ‘bakar uang’ karena Cina saat ini memang over supply alias kelebihan produksi, sehingga dibutuhkan penyaluran ke pasar yang diniliai potensial. Menariknya produk mobil asal Negeri Panda itu bisa dibanderol lebih murah tanpa mengorbankan fitur, desain, dan teknologi karena Cina memiliki kapasitas manufaktur yang sangat besar dan efisiensi berkat teknologi tinggi.

“Cina saat ini bukan hanya pusat produksi, tetapi juga pusat inovasi. Bahkan produk global sekelas Apple saja dibuat di sana. Karena itu jangan heran, produk otomotif pun bisa mereka dorong ke luar dengan harga yang sangat bersaing,” tandas Yannes.

Dialog Industri Otomotif Nasional GIIAS 2025 di ICE BSD, Tangerang,, yang digelar Indonesia Center for Mobility Studies – dok.Mobilitas

Tetapi pabrikan Cina ternyata tak menemukan harapan seperti yang diperkirakan semula. Karena meski berpenduduk 280 juta jiwa, ternyata pasar otomotif (mobil) sudah 10 tahun mengalami stagnasi, penju alan bahkan terus menurun.

“Mengapa ini terjadi, karena faktor daya beli. Harga mobil saban tahunnya naik 7,5 persen, tetapi pendapatan hanya naik 3,5 persen. Sehingga banyak pabrikan Cina yang pilih ‘bakar duit’. Mereka mengutamakan penetrasi pasar dan penguasaan pasar di masa depan,” ujar Yannes yang ditemui Mobilitas di tempat yang sama usai acara.

Senentara itu, menanggapi fenemona strategi seperti itu, Marketing Planning General Manager TAM Resha Kusuma Atmaja mengatakan pihaknya melihat fenomena itu sebaagai kompetisi dan sesuatu yang positif.

“Kita juga berstrategi, bagaimana kita berinovasi, berkembang, bisa selalu memenuhi kebutuhan masyarakat. Kami tidak hanya fokus di pusat (Jawa, khususnya Jabodetabek) tetapi nation wide (seluruh wilayah). Kalau kita lihat di luar Jawa, atau bahkan di luar Jakarta, EV (yang sebagian besar produk Cina) itu kurang lebih angkanya masih 5-6 persen, sisanya masih hybrid dan ICE,” tandas Resha di acara itu. (Aa)

Mengawali kiprah di dunia jurnalistik sebagai stringer di sebuah kantor berita asing. Kemudian bergabung dengan media di bawah grup TEMPO Intimedia dan Detik.com. Sejak 2021 bergabung dengan Mobilitas.id