Mobility

Pengusaha Truk Minta Larangan Melintasi Jalan Pemalang-Batang Dicabut, Ini Alasannya

×

Pengusaha Truk Minta Larangan Melintasi Jalan Pemalang-Batang Dicabut, Ini Alasannya

Share this article
Ilustrasi, truk 3 sumbu - dok.Lytx

Jakarta, Mobilitas – Seperti diketahui, mulai 1 Mei 2025, truk tiga sumbu atau lebih dilarang melintasi jalan nasional Pemalang-Batang selama 24 jam penuh.

Kebijakan tersebut berdasar Surat Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor AJ.903/1/5/DRJD/2025 dan Surat Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Pekalongan Nomor 500.11.1/0745, tentang Sosialisasi Truk Lebih Dari Tiga Sumbu. Merasa ada kesulitan dan dampak yang sangat merugikan bagi operasionl truk dan perekonomian nsional khususnya membengkaknya biaya logsitik, Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) mengajukan protes.

Asosiasi melayangkan surat yang ditujukan kepada Menteri Perhubungan (Menhub) Cq Direktur Jenderal Perhubungan Darat pada 21 Mei 2025 lalu. “Kami meminta agar kebijakan itu ditinjau kembali. Karena kebijakan itu membawaa dampak serius operasional truk, terhadap sektor logistik dan perekonomian pada umumnya,” ungkap Ketuaa Umum Aptrindo, Gemilang Tarigan, saat dihubungi Mobilitas di Jakarta, Selasa (27/5/2025).

Menurut Tarigan karena ada larangan itu maka para pengemudi harus melintasi jalur dan rute baru. Sehingga, dibutuhkan waktu dan biaya yang lebih banyak.

Ilustrasi, truk pengangkut barang ke pelabuhan – dok.Revolution Trucking

“Dengan kata lain ada peningkatan biaya operasional dan beban usaha pelaku bisnis logistik mulai dari biaya tol, biaya perawatan kendaraan, biaya suku cadang dan lainnya. Kenaikan biaya tol sekali jalan Rp 150.000 Kenaikan biaya ban dan perawatan kendaraan Rp 150.000,” tandas Tarigan.

Jika saat ini rata-rata truk sumbu tiga yang melintasi jalan nasional Pemalang-Batang sebanyak 3.000 unit dan tambahan biaya tol serta perawatan kendaraan Rp 300.000 (karena masing-masing tambahan Rp 150.000), maka kerugian saban hari yang terjadi mencapai Rp 900 juta.

“Sehingga kalau sebulan atau 30 hari, total kerugian mencapai Rp 27 miliar. Tentunya, ini akan berdampak pada kenaikan biaya logistik yang pada akhirnya dapat berpengaruh terhadap harga barang di tingkat konsumen, sehingga iklim usaha dan daya saing nasional pun turun,” jelas Tarigan.

Satu hal lagi, lanjut Tarigan, perhitungan kerugian ekonomi tersebut belum termasuk kerugian jika terjadi kecelakaan. “Sehingga, kami minta para pengambil keputusan nasional untuk meninjau kembali kebijakan tersebut,” tegas Tarigan. (Yus/Aa)

Mengawali kiprah di dunia jurnalistik sebagai stringer di sebuah kantor berita asing. Kemudian bergabung dengan media di bawah grup TEMPO Intimedia dan Detik.com. Sejak 2021 bergabung dengan Mobilitas.id