Jakarta, Mobilitas – Ambruknya penjualan mobil tidak hanya terjadi dalam penjualan dari pabrik ke dealer (wholesales) saja, tetapi juga dari dealer ke konsumen alias penjualan ritel.
Data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) yang dikutip Mobilitas di Jakarta, Senin (9/9/2024) menunjukkan, sepanjang periode Januari – Agustus 2024, jumlah angka wholesales mobil di Tanah Air sebanyak 560.619 unit. Jumlah ini anjlok hingga 17,1 persen dibanding total wholesales selama periode sama di tahun 2023, yang mencapai 675.859 unit.
Sementara, di saat yang sama, jumlah penjualan ritel mobil hanya sebanyak 584.857 unit, ambles 12,1 persen dibanding delapan bulan pertama tahun lalu yang sebanyak 665.262 unit. Penjualan – baik wholesales maupun penjualan ritel – tercatat juga ambles selama bulan Agustus dibanding bulan yang sama pada tahun lalu.
Fakta berbicara total wholesales di bulan kedelapan itu hanya sebanyak 76.304 unit. Jumlah ini ambles 14,2 persen dibanding wholesales di Agustus 2023, yang masih sebanyak 88.928 unit.
Sedangkan penjualan ritel di Agustus tahun ini hanya sebanyak 76.808 unit. Jumlah ini anjlok 11,1 persen dibanding penjualan ritel yang tercetak pada bulan yang sama di tahun lalu, yang mencapai 86.371 unit.
“Kalau bicara soal penjualan mobil yang merupakan barang kebutuhan sekunder atau bahkan tersier bagi masyarakat, faktor daya beli merupakan faktor penentu. Sementara di tahun ini, sejak awal tahun sampai dengan saat ini daya beli masyarakat kelas menengah (baik menengah kelompok yang teratas, medium, maupun kelas menengah pemula) melemah. Biaya hidup meningkat tetapi pendapatan tetap, mereka tidak bisa menabung atau menyisihkan pendapatan untuk keperluan lain,” ungkap Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira Adhinegara, saat dihubungi Mobilitas di Jakarta, Senin (9/9/2024).
Karena kondisi tersebut, maka kelompok kelas menengah juga menahan konsumsi barang-barang kebutuhan non primer, apalagi tersier seperti mobil. Padahal, kondisi tekanan ekonomi ini juga dialami oleh dunia usaha.
Akibatnya, lanjut Bhima, permintaan kendaraan niaga yang merupakan barang modal untuk menunjang operasional binis juga menyusut. Sebab, perusahaan tidak ingin berinvestasi dengan belanja barang modal di saat roda bisnis masih belum lancar berputar. (Tan/Aa)