Ini Penyebab Penjualan Mobil Listrik di Jepang Lemot

0
1184
Ilustrasi, mobil listrik murni Toyota bZ4X yang dijual di Indonesia dan Thailand - dok.Istimewa

Tokyo, Mobilitas – Saat negara lain berlomba memacu penjualan mobil listrik, penjualan di Jepang masih lambat.

Laporan Associated Press yang dikutip Mobilitas di Jakarta, Selasa (11/4/2023) menunjukkan hingga 2022 lalu hanya sebanyak 59.000 unit. Jumlah kumulatif itu masih belum sampai 2% dari total penjualan mobil di negeri itu selama setahun saja.

Data Asosiasi Diler Mobil Jepang (JADA) yang dinukil Mobilitas, di Jakarta, Selasa (11/4/2023) di 2022 saja, penjualan mobil di Jepang mencapai 4.201.321 unit. Jumlah itu sangat jauh di atas jumlah populasi mobil listrik murni (BEV) hingga tahun tersebut.

Fakta juga berbicara, mobil paling laku di Negeri Matahari Terbit itu masih mobil berteknologi pembakaran internal (ICE) dan hybrid. Bahkan, mobil hybrid menyumbang 40% dari total penjualan.

Hasil riset PriceWaterhouse Coopers (PwC) menyebut penyerapan mobil listrik (BEV) di Jepang jauh tertinggal dengan negara-negara lain. Di Cina misalnya, selama 2022 lalu mencapai 20% dari total penjualan mobil secara keseluruhan, 15% di Eropa Barat, dan 5,3% di Amerika Serikat.

Presiden Japan Electrification Research Institute (JERI), Kenichiro Wada,  menyebut lemotnya penjualan BEV di Jepang disebabkan dua hal. Karena infrastruktur pedukung yang minim, dan keengganan pabrikan untuk fokus ke mobil setrum.

Ilustrasi, mobil listrik Nissan Leaf terbaru – dok.Istimewa

“Saya pikir Toyota tidak ingin condong ke arah plug-in hybrid dan kendaraan listrik (BEV) tetapi lebih fokus pada hybrid, karena investasi mereka yang signifikan (di kendaraan hybrid,” ungkap Kenichiro.

Bahkan, kata Kenichiro, mantan Chief Executive Officer Toyota (Akio Toyoda, yang juga Ketua Asosiasi Pabrikan Mobil Jepang atau JAMA) secara intensif terus mempertanyakan mengapa harus fokus ke mobil listrik, juga menjadi indikasi keengganan industri. “Ini seperti pegulat sumo papan atas, yang ingin mempertahankan status quo selama mungkin,” ujar dia.

Namun, itu tak hanya terjadi di pabrikan, melainkan juga di masyarakat. Seperti diungkap Direktur Industri Otomotif Kementerian Perdagangan Jepang, Kuniharu Tanabe, masyarakat menilai harga mobil listrik mahal dan sumberdaya pendukungnya masih terbatas.

“Sementara mobil berteknologi hybrid harganya terjangkau dan menawarkan penghematan (emisi) yang signifikan,” kata dia. (Swe/Aa)c