Kasus Rangka eSAF Motor Honda Disebut Keropos, Bukti Lemahnya Posisi Konsumen

0
1207
Ilustrasi, skutik Honda Scoopy yang merupakan skutik Honda pengguna rangka eSAF - dok.Mobilitas

Jakarta, Mobilitas – Kasus rangka eSAF pada sejumlah motor skutik Honda viral di media sosial sejak beberapa hari lalu.

Sejumlah platform media sosial menayangkan rekaman video kasus rangka eSAF skutik Honda yang karatan. Bahkan ada yang menunjukkan rangka tersebut patah saat sepeda motor digunakan oleh pemilik.

Kasus seperti itu disebut tak hanya sekali terjadi, tetapi sudah beberapa kali, dan ada pemilik sepeda motor Honda yang menjadi korban. Saat ini, sepeda motor jenis skuter matik (skutik) Honda yang ber-rangka eSAF adalah Honda Genio, Scoopy, Vario 160, serta Honda BeAT.

PT Astra Honda Motor (AHM) menggunakan rangka bernama enhanced Smart Architecture Frame (eSAF) untuk sejumlah skutiknya sejak tahun 2019. Kini, setelah postingan kasus itu marak dan respon masyarakat meluas, AHM pun angkat bicara memberi klarifikasi.

Technical Service Manager AHM, Subhan, dalam klarifikasi yang digelar di Jakarta, Rabu (23/8/2023) menegaskan noda pada bagian titik las-lasan rangka eSAF bukanlah karat yang memicu rangka menjadi keropos. Dia mengklaim noda itu sebagai sisa proses pengelasan yang tidak bisa 100 persen tertutup oleh cat.

“Bercak kuning yang terdapat pada las-lasan di rangka eSAF merupakan silikat (silicate). Lapisan silikat itu bukan karat, lapisan itu justru melapisi frame supaya tidak terjadi oksidasi,” papar Subhan.

Rangka motor Honda eSAF – dok.Honda

Sementara, GM Corporate Communication AHM Ahmad Muhibbuddin, di tempat dan waktu yang sama menegaskan viralnya kasus keropos hingga patahnya rangka eSAF itu tak serta merta membuat AHM menarik (recall) motor pengguna rangka itu. “Kami belum memiliki rencana (melakukan) recall. Karena produk kami sudah melalui proses uji kualitas yang sudah teruji,” kata dia.

Muhib mengatakan, berdasar temuan tim internalnya, ada sepeda motor konsumen yang berkarat dan juga ada yang patah. “Kami sedang mengecek untuk mengetahui penyebabnya case by case.Jika ada konsumen yang mengalami hal serupa tetapi belum terdata disarankan menghubungi bengkel resmi terdekat,” tandas dia.

Menanggapi masalah ini, Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sudaryatmo yang dihubungi Mobilitas, di Jakarta, Kamis (24/8/2023) mengatakan produsen harus melakukan recall jika kasus keroposnya rangka motor milik konsumen terjadi secara massif.

“Oleh karena itu harus dilakukan investigasi yang melibatkan pihak independen. Dan dilaporkan secara transparan serta terbuka ke lembaga yang memiliki otoritas maupun ke publik. Hasil investigasi itu nantinya akan membuktikan apakah kasus keroposnya rangka itu karena kesalahan pengguna karena berbagai penyebab atau memang karena cacat produksi. Kalau terbukti cacat produksi ya harus di-recall,” ujar dia.

Pernyataan serupa diungkap anggota Komisi VI DPR RI, Darmadi Durianto, yang dihubungi Mobilitas, di Jakarta, Kamis (24/8/2023). Bahkan politisi PDI-P ini menyebut, kasus seperti ini membuktikan betapa pentingnya keberadaan lembaga pengawas mutu sekaligus pemantau kasus-kasus yang melibatkan kegagalan produk otomotif yang telah beredar di tengah masyarakat.

Ilustrasi, Honda BeAT – dok.AHM

Darmadi menyebut perlunya lembaga khusus seperti Lembaga Keselamatan Jalan Raya Nasional (NHTSA) di Amerika Serikat yang benar-benar memiliki otoritas penuh. Lembaga resmi yang tegas dan berwibawa ini berfungsi menentukan produk otomotif di-recall atau tidak, setelah menampung keluhan pemilik kendaraan dan langsung melakukan investigasi.

Sebab, menurut dia, proses recall produk ada dua jenis. Pertama voluntary alias sukarela, yakni dilakukan pabrikan karena menyadari produk mereka yang telah beredar di masyarakat terbukti cacat produksi.

Kedua, secara mandatory atau kewajiban. Ini terjadi setelah ada pihak yang memiliki otoritas memerintahkan pabrikan untuk me-recall produksinya karena berdasr bukti-bukti yang diajukan masyarakat maupun investigasi terbukti produk tersebut cacat dan membahayakan.

“Kalau sekarang, konsumen tidak tahu harus kemana mengadu, akhirnya pakai sarana media sosial agar viral. Setelah viral baru ramai dan ada respon yang luas. Kasus ini (keroposnya rangka eSAF Honda atau kasus yang serupa) membuktikan betapa lemahnya posisi konsumen di Indonesia. Karena tidak adanya lembaga resmi yang khusus fokus dan proaktif seperti itu (NHTSA),” tandas Darmadi. (Jap/Han/Aa)