Kecelakaan Bus Sering Terjadi, Masalah Ini Disebut Jadi Biang Keladi

0
1481
Ilustrasi, kecelakaan bus di Indonesia - dok.UCA News

Jakarta, Mobilitas – Kecelakaan bus di Indonesia sebagian besar dikarenakan faktor human error.

Dugaan unsur human error juga mencuat di kasus kecelakaan bus pariwisata yang baru saja terjadi di Wonosobo, Jawa Tengah, Sabtu (10/9/2022). Kapolres Wonosobo, AKBP Eko Novan Prasetyo Pupito yang dikutip laman NTMC Polri, Sabtu (10/9/2022) mengatakan kecelakaan terjadi di simpang empat pasar Kretek, Wonosobo, dini hari.

“Kecelakaan bermula saat bus pariwisata melaju dari arah Parakan Temanggung menuju Wonosobo. Menjelang lokasi kejadian, saat bus melewati jalan lurus berkontur menurun, tiba-tiba mengalami gagal pengereman dan laju tidak terkendali,” ungkap dia.

Akibatnya, bus menyeruduk tiga kendaraan lain di depannya sebelum akhirnya menabrak tugu. Enam orang tewas di tempat kejadian dan dua orang mengalami luka berat dan ringan akibat kejadian itu.

Dugaan sementara supir bus bernomor polisi N 7944 US itu mengantuk atau rem blong. Namun kepada petugas kepolisian sang supir mengaku bus mengalami rem blong.

Sementara, Ketua Subkomite Investigasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Ahmad Wildan yang dihubungi Mobilitas, Minggu (11/9/2022) belum bisa memastikan penyebab kecelakaan tersebut karena Tim KNKT belum terlibat dalam investigasi.

“Jadi, secara pribadi, saya hanya mendengarkan penjelasan yang disampaikan Pak Kapolres Wonosobo soal dugaan sementara penyebab kecelakaan, yaitu supir mengantuk dan rem bus yang blong,” kata dia.

Ilustrasi, kecelakaan bus pariwisata di Indonesia – dok.The Jakarta Post

Keduanya, lanjut Wildan, merupakan human error dan kerap terjadi. Rem blong juga bisa terjadi karena faktor manusia karena bukan teknologi yang tidak bagus, tetapi karena pemahaman dan penguasaan supir yang kurang.

“Dua hal itu bisa terjadi kemungkinan karena dua sebab. Pertama, karena sistem pengelolaan waktu dan mekanisme kerja pengemudi yang tidak baik. Sehingga pengemudi lelah, mengantuk, atau tidak sehat saat bertugas kerap terjadi,” ujarnya.

Kedua, minimnya pelatihan terhadap calon supir. Banyak, supir – bus maupun truk – yang hanya mengandalkan pengalaman.

“Padahal, teknologi kendaraan terus berkembang dan kondisi lingkungan juga berubah. Sehingga tidak sedikit supir tidak menguasai teknologi terbaru. Dua hal ini harus dibenahi,” tandas dia. (Jrr/Aa)