Mentalitas Buruk, Akar Penyebab Kecelakaan Lalu-lintas di RI

0
1578
Ilustrasi, kecelakaan lalu-lintas - dok.Design Bundles

Jakarta, Mobilitas – Kecelakaan lalu-lintas di Indonesia yang hingga kini masih marak, terus menjadi perhatian dan keprihatinan publik di Tanah Air. Dari peristiwa itu, tak sedikit yang berujung pada hilangnya nyawa korban, dan sebagian luka berat maupun ringan.

Bahkan kasus terbaru, yakni pada hari Kamis (4/11/2021) guru besar Universitas Gajah Mada (UGM) I Gede Suparta Budisatria meninggal karena kecelakaan di ruas Jalan Tol Cipali KM 113 dan pasangan selebriti Vanessa Angel dan Febri Ardiansyah juga meninggal setelah mobil yang ditumpanginya menabrak pembatas jalan di ruas Tol Jombang KM 672.

Pemerhati masalah transportasi yang juga mantan Kepala Subdirektorat Penegakkan Hukum Ditlantas Polda Metro Jaya, Budiyanto, yang dihubungi Mobilitas, di Jakarta, Sabtu (6/11/2021) menduga kasus kecelakaan yang merenggut jiwa pasangan Vanessa – Febri diduga kuat karena human error.

Kecelakaan mobil yang ditumpangi Vanessa Angel dan suaminya di Tol Jombang, Jawa Timur pada kamis, 4 November 2021 – dok.Facebook

“Bukan mendahului hasil penyelidikan pihak yang berwenang. Namun, dari keterangan awal yang digali oleh petugas di lapangan. Termasuk dari olah kejadian di TKP (tempat kejadian perkara) yang disebut tidak ada bekas-bekas mobil direm, patut diduga atau dugaan sementara, kecelakaan dikarenakan human error yakni supir mengantuk,” papar Budiyanto.

Menurut dia, aspek keteledoran atau kealpaan manusia sebagai penyebab kecelakaan lalu-lintas di Tanah Air bukanlah terjadi akhir-akhir ini, tetapi sudah sejak lama. Bahkan, dari jumlah kasus kecelakaan yang terjadi – baik di jalan tol maupun jalan non tol – selama ini, sekitar 80% lebih dikarenakan human error.

“Bentuk human error ini bermacam-macam, mulai dari mengantuk, pengaruh alkohol atau obat-obatan dan narkotika, melanggar rambu, melampaui batas kecepatan, beralih jalur dengan tidak semestinya, menggunakan ponsel, melanggar marka, menerabas lampu merah, hingga mekawan arus, dan lain-lain. Intinya, semua itu berawal dari pelanggaran dari ketentuan yang ditetapkan,” kata Budi.

Kecelakaan lalu-lintas yang melibatkan truk dan mobil – dok.TMC Polda Metro Jaya

Pernyataan serupa diungkapkan Ketua Bidang Advokasi Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno. Pria yang juga pengajar di Fakultas Teknik Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang, itu menyodorkan data dari Korps Lalu Lintas Kepolisan Negara Republik Indonesia (Korlantas).

“Data itu menunjukkan, dalam satu jam, satu hingga tiga orang meninggal akibat kecelakaan lalu lintas di Indonesia. Dalam sehari sekitar 80 orang tewas seketika di jalan raya. Korban terbanyak pesepeda motor yaitu sekitar 75%,” kata dia saat dihubungi Mobilitas dari Jakarta, Sabtu (6/11/2021).

Kecelakaan lalu-lintas di Indonesia banyak melibatkan sepeda motor dengan korban berusia muda atau dalam usia masa produktif – dok.Istimewa

Mentalitas buruk
Seperti halnya Budiyanto, Djoko menyebut secara umum, faktor kealpaan manusia atau human error sebagai penyebab yang mayoritas, selain faktor teknis baik infrsatruktur jalan maupun kendaraan. Sementara, akar dari human error adalah mentalitas buruk yang ada di masyarakat.

“Pelanggaran terhadap aturan dianggap lumrah, karena berawal dari hal-hal yang kecil. Misalnya, memarkir kendaraan di tikungan atau belokan yang dianggap sebagai sesuai yang baiasa. Melawan arus, lempaui kecepatan. Sehingga, lama kelamaan masyarakat permisif terhadap perilaku yang melanggar akhirnya menjadi semacam budaya,” ujar Djoko.

Budiyanto mengamini pernyataan Djoko. Bahkan dia menyebut karena mentalitas yang buruk itu pula, akhirnya muncul perilaku egois di jalanan (baik di jalan tol maupun jalan biasa), dan juga dianggap sebagai sesuatu yang lumrah.

Kebiasaan buruk yang kerap terjadi tetapi dianggap biasa adalah menyetir sambil menggunakan ponsel. Padahal, kegiatan seperti itu melanggar aturan – dok.Istimewa

Pengguna mobil karena merasa “superior” karena mobilnya kelas atas dengan seenaknya bermanuver mematong laju kendaraan lain dengan kecepatan tinggi di tol. Mereka seolah tak pernah memikirkan dampak risiko fatal bagi orang lain alais tak peduli dengan orang lain.

“Kebanyakan pengguna kendaraan akan berlaku tertib ketika ada petugas. Ini contoh lain dari tidak baiknya mentalitas tersebut,” ucap Budi.

Dia mengutip data kecelakaan lalu lintas tahun 2015 sampai dengan tahun 2020, yang dihimpun Korlantas Polri. Data itu menyebut selama rentang waktu itu terdapat 528.058 kasus kecelakaan dengan korban meninggal dunia sebanyak 164.093 orang.

Memacu mobil dengan kecepatan yang melebihi batas sesuai ketentuan sering terjadi di jalan tol – dok.Istimewa via Mackay News

“Dari pengakuan orang-orang yang terlibat kecelakaan, hasuil penyelidikan, maupun keterangan saksi 80% kecelakaan itu dikarenakan faktor manusia. Selebihnya faktor lain,” imbuh Budi. (Din/Jrr/Aa)