Jakarta, Mobilitas – Indonesia berpotensi mengalami masalah kecepatan dalam pelayanan angkutan udara jika tak segera ditangani. Pasalnya, saat ini jumlah masyarakat pengguna angkutan (penumpang pesawat) baik penerbangan domestik maupun internasional terus meningkat.
“Memang, laporan dari maskapai sampai saat ini, tren jumlah penumpang terus naik. Bahkan, kemungkinan jumlah penumpang kembali seperti sebelum krisis pandemi Covid-19, yaitu 78 juta – 79 juta orang sangat mungkin terjadi lagi dalam waktu dekat,” ujar Direktur Jenderal Perhubungan Udara, Kementerian Perhubungan, Novie Riyanto saat dihubungi Mobilitas di Jakarta, Senin (23/5/2022).
Oleh karena itu, Novie menyarankan para maskapai penerbangan yang ada di Indonesia untuk menyiapkan potensi kembali menanjaknya jumlah pesawat tersebut. Terlebih, peluang tersebut diperkirakan bukan peristowa musiman atau sesaat tetapi memang secara alamiah, seiring mulai kembali normalnya aktifitas mobilitas orang.
Data di Badan Pusat Statistik (BPS) yang dinukil Mobilitas, Senin (23/5/2022) menunjukkan, sepanjang Januari hingga Maret tahun ini jumlah penumpang pesawat mencapai 10,71 orang. Jumlah ini melonjak 55 persen dibanding periode sama tahun 2021.
Namun, berbanding terbalik dengan tren peningkatan jumlah penumpang, ternyata jumlah armada pesawat yang dimiliki oleh maskapai penerbangan nasional justeru menyusut. Jika di tahun 2019 lalu jumlah armada pesawat yang dioperasikan masih sebanyak 550 unit, saat ini tinggal 350 unit atau bahkan kurang dari itu.
Pengamat Penerbangan dari Arista Indonesia Aviation Center (AIAC) Arista Atmadjati yang dihubungi di Jakarta, Senin (23/5/2022) mengatakan, banyak maskapai yang mengalami masalah keuangan akibat dampak pandemi Covid-19. Sehingga, banyak dari mereka yang tidak memperpanjang masa sewa pesawat dari perusahaan sewa pesawat.
“Bahkan, dampak pandemi terhadap arus kas sebagai besar maskapai juga masih terjadi. Sehingga, sepertinya untuk kembali menggenjot jumlah armada pesawat di Indonesia dalam waktu dekat juga masih menghadapi kendala. Meski ada solusi, yaitu mengkredit pesawat bekas dari maskapai-maskapai dunia yang tutup,” papar dia.
Susutnya jumlah pesawat, di tengah naiknya jumlah penumpang bisa berdampak negatif ke pelayanan. Salah satunya, kemungkinan jadwal penerbangan molor alias telat bisa sering terjadi.
Kondisi susutnya jumlah pesawat terbang di Tanah Air juga diakui Novie Riyanto. Oleh karena itu, lanjut dia, Kementeri Perhubungan menyarankan pabrikan pesawat terbang dunia untuk berkomunikasi dengan maskapai penerbangan Indonesia.
“Tetapi, itu tentunya juga tergantung kebutuhan dan kondisi masing-masing maskapai. Kami hanya memberikan dukungan dan fasilitasi saja,” ucap Novie. (Jap/Aa)